BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tantangan masa datang untuk mengantisipasi pasar adalah melalui
pelaksanaan: a ) menciptakan tehnologi
yang mampu meningkatkan produksi pertanian, baik kualitas maupun kuantitasnya dan 2) menciptakan nilai tambah
serta meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya (Adyana dan Suryana, 1996).
Pada sektor agribisnis hortikultura dikawasan sentra produksi
hortikultura, setiap kegiatan agribisnis mulai dari kegiatan pengadaan saran
produksi, kegiatan produksi, hingga kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil,
serta kegiatan jasa penunjang umumnya dilakukan oleh pelaku agribisnis yang
berbeda. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan struktur agribisnis menjadi
tersendat-sendat dan kurang memiliki daya saing (Irawan, 2001) yaitu: 1) tidak
ada keterkaitan fungsional yang harmonis antara setiap kegiatan atau pelaku
agribisnis, 2) terbentuknya margin ganda sehingga ongkos produksi, pengolahan
dan pemasaran hasil yang harus dibayar konsumen menjadi lebih mahal, sehingga
sistem agribisnis berjalan tidak efesien, 3) tidak adanya kesetaraan posisi
tawar antara petani dengan agribisnis lainnya, sehingga petani sulit
mendapatkan harga pasar yang wajar.
Kelembagaan pemasaran yang berperan dalam memasarkan komoditas pertanian
hortikultura dapat mencakup petani, pedagang pengumpul, pedagang
perantara/grosir dan pedagang pengecer (Kuma’at, 1992). Permasalahan yang
timbul dalam sistem pemasaran hortikultura antara lain: kegiatan pemasaran yang
belum berjalan efesien (Mubyarto, 1989), dalam arti belum mampu menyampaikan
hasil pertanian dari produsen kepada konsumen dengan biaya yang murah dan belum
mengadakan pembagian balas jasa yang adil dari keseluruhan harga konsumen
terakhir kepada semua pihak yang ikut serta didalam kegiatan produksi dan
pemasaran komoditas pertanian tersebut. Pembagian yang adil dalam konteks
tersebut adalah pembagian balas jasa fungsi- fungsi pemasaran sesuai kontribusi
masing-masing kelembagaan pemasaran yang berperan.
Menurut Saefudin (dalam Nurmalinda, 1997; Thomas, Nurmalinda, dan
Adiyono, 1995) yang sangat penting menjadi perhatian ialah sistem tataniaga
yang efesien, bagaimana masing – masing lembaga niaga yang terlibat memperoleh
imbalan yang adil. Dengan demikian hubungan antara harga, produksi dan tata
niaga mempunyai kaitan yang erat, dimana petani sebagai produsen dan lembaga
tataniaga dengan fungsi tataniaga yang
dilakukannya masing-masing mempunyai peranan yang menentukan dan saling
mempengaruhi (Setyawati, 1990). Tata niaga disini adalah marjin pemasaran.
B. Tujuan
1. Mengetahui jenis saluran distribusi suatu jenis
hasil pertanian
2. Mengetahui hasil perbandingan margin pemasaran
BAB II
Margin Pemarasan (marketing margin)
1.
Pengertian Margin pemasaran
Dalam teori harga dianggap produsen bertemu langsung dengan konsumen, sehingga
harga pasar yang terbentuk merupakan perpotongan antara kurva penawaran dengan
kurva permintaan. Realititas pemasaran pertanian sangat jauh dari anggapan ini,
sebab komoditi pertanian yang produksikan di daerah sentra produksi akan
dikonsumsi oleh konsumen akhir setelah menempuh jarak yag sangat jauh, antar
kabupaten, antar propinsi, antar negara bahkan antar benua, baik komoditi
olahan maupun olahan. Dengan demikian sebenarnya jarang sekali produsen
melalukan transaksi secara langsung dengan kosume akhir. Untuk itu digunakan
konsep marjin pemasaran.
Marjin
pemasaran dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu sudut pandang harga dan biaya
pemasaran. Pada analisis pemasaran yang sering menggunakan konsep marjin
pemasaran yang dipandang dari sisi harga ini. Marjin pemasaran merupakan
selisih harga yang yang dibayar konsumen akhir dan harga yang terima petani
produsen.
Margin
pemasaran dapat didefenisikan dengan dua cara, yaitu:
1.
Margin pemasaran merupakan selisih
antara harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima petani
(produsen).
2.
Margin pemasaran merupakan biaya dari
balas jasa-jasa pemasaran.
Harga yang
dibayar konsumen akhir merupakan harga di tingkat pedagang pengecer. Bila
digambarkan dalam suatu kurva, maka keseimbangan harga ditingkat pengecer
merupakan perpotongan antara kurva penawaran turunan (derived supply curve),
dengan kurva permintaan primer (primary demand curve). Sedangkan keseimbangan harga
ditingkat petani perpotongan antara kurva penawaran primer (primary supply
curve) dengan kurva permintaan turunan (derived demand curve).
2.
Margin Pemasaran dan Distribusi
Marjin
pemasaran merupakan perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang
dibayarkan oleh konsumen. Untuk menganalisis marjin pemasaran maka data harga
yang digunakan adalah harga di tingkat petani dan harga di tingkat lembaga
pemasaran, sehingga dalam perhitungan margin pemasaran digunakan rumus:
Mm
= Pe – Pf
Dimana:
Mm = Marjin pemasaran di tingkat petani
Pe = Harga di tingkat kelembagaan pemasaran
tujuan pemasaran dari
Petani
Pf = Harga di tingkat petani
Margin
pada setiap tingkat lembaga pemasaran dapat dihitung dengan jalan menghitung
selisih antara harga jual dengan harga beli pada setiap tingkat lembaga
pemasaran. Dalam bentuk matematika sederhana dirumuskan:
Mmi = Margin pemasaran pada setiap tingkat lembaga
pemasaran
Ps = Harga jual pada setiap tingkat lembaga
pemasaran
Pb = Harga beli pada setiap tingkat lembaga
pemasaran
Karena
dalam margin pemasaran terdapat dua komponen, yaitu komponemn biaya dan
komponen keuntungan lembaga pemasaran, maka:
Mm = c + π
Pe
– Pf = c + π
Pf
= Pe – c – π
Dimana:
c = biaya pemasaran
π = keuntungan lembaga pemasaran
Distribusi
margin pemasaran dilihat dari persentase keuntungan pemasaran dan biaya
pemasaran terhadap harga jual di tingkat penjualan, untuk masing – masing
lembaga pemasaran. Selain itu dilihat juga persentase keuntungan terhadap biaya
yang dikeluarkan pada masing – masing saluran pemasaran.
Pemasaran yang
digunakan adalah:
Rasio
antara keuntungan dan biaya = x 100%
Dimana:
πi = keuntungan lembaga pemasaran ke-i
ci = biaya lembaga pemasaran ke-i
Bagian harga yang
diterima petani
Bagian
harga yang diterima petani (farmer’s
share) merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga
di tingkat lembaga pemasaran yang dinyatakandalam persentase. Farmer’s share dirumuskan sbagai
berikut:
Fs
= x 100%
Dimana:
Fs = farmer’s
share
Pf = harga ditingkat petani
Pe = harga di tingkat lembaga pemasaran
Komponen
margin terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Biaya-biaya
yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk
melakukan fungsi-fungsi pemsaran,
yang disebut dengan biaya pemasaran atau biaya fungsional (functional cost)
2.
Keuntungan (profit) lembaga
pemasaran.
Marjin
pemasaran adalah perbedaan harga di antara tingkat lembaga dalam sistem
pemasaran atau perbedaan antara jumlah yang dibayar konsumen dan jumlah yang
diterima produsen atas produk pertanian yang diperjualbelikan. Selain secara
verbal, marjin pemasaran dapat dinyatakan secara matematis dan secara grafis. Produk referensi merupakan titik awal yang menunjukkan 1 kilogram
dari produk yang dijual kepada konsumen, misalnya petani perlu menyediakan 1,11
kilogram tomat untuk menyediakan 1 kilogram dari produk referensi karena 10
persen dari produk yang dijual telah hilang/rusak dalam proses pemasaran.
a. Memilih dan mengikuti saluran pemasaran dari
komoditi spesifik,
b. Membandingkan harga pada berbagai level
pemasaran yang berbeda
c. Mengumpulkan
data penjualan dan pembelian kotor tiap jenis pedagang. Masing-masing metode
memiliki kelemahan dan kelebihan. Marjin pemasaran menurut
jenisnya dibedakan menjadi marjin absolut, persen marjin dan kombinasi antara
marjin absolut dan persen marjin. Persentase bagian marjin
merupakan suatu pengelompokan yang digunakan secara populer pada serangkaian
angka yang menunjukkan marjin absolut dari berbagai tipe pedagang atau berbagai
fungsi pemasaran yang berbeda, dibagi dengan harga eceran.
Komponen
biaya pemasaran berdasarkan berbagai kegiatan pemasaran yang umumnya dilakukan
meliputi biaya persiapan dan pengepakan, biaya handling, biaya processing,
biaya modal, pungutan-pungutan, komisi dan pembayaran tidak resmi.
Margin pemasaran atau margin
tataniaga menunjukkan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran. Margin
tataniaga adalah perubahan antara harga petani dan harga eceran (retail). Margin
tataniaga hanya merepresentasikan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen
dengan harga yang diterima petani, tetapi tidak menunjukkan jumlah quantitas
produk yang dipasarkan. Margin tataniaga merupakan penjumlahan antara biaya
tataniaga dan margin keuntungan.
Nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistim pemasaran dikalikan dengan quantitas produk yang dipasarkan. Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah (value added).
Nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistim pemasaran dikalikan dengan quantitas produk yang dipasarkan. Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah (value added).
Pengertian ekonomi nilai margin
pemasaran adalah harga dari sekumpulan jasa pemasaran /tataniaga yang merupakan
hasil dari interaksi antara permintaan dan penawaran produk–produk tersebut.
Oleh karena itu nilai margin pemasaran dibedakan menjadi dua yaitu marketing
costs dan marketing charges (Dahl, 1977). Biaya pemasaran terkait dengan
tingkat pengembalian dari faktor produksi, sementara marketing charges
berkaitan dengan berapa yang diterima oleh pengolah, pengumpul dan lembaga
tataniaga. Margin tataniaga terdiri dari tiga jenis yaitu absolut, persentase dan kombinasi. Margin pemasaran absolut dan
persentase dapat menurun, konstan dan meningkat dengan bertambahnya quantitas
yang dipasarkan. Hubungan antara elastisitas permintaan di tingkat rantai
tataniaga yang berbeda memberikan beberapa kegunaan analisis. Hubungan
bergantung pada perilaku dari margin pemasaran.
Marjin
pemasaran dalam teori harga diasumsikan bahwa penjual dan pembeli bertemu
langsung, sehingga harga hanya ditentukan oleh kekuatan penalaran dan
permintaan secara agregat. Dengan demikian disimpulkan tidak ada perbedaan
antara harga di tingkat petani dengan harga ditingkat pengecer atau konsumen
akhir. Bedasarkan penelitian – penelitian dari ilmu ekonomi pertanian, ternyata
terdapat perbedaan harga di tingkat pengecer (konsumen akhir ) dengan harga di
tingkat petani. Perbedaan ini disebut marjin pemasaran.
Marjin
dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu :
1.
Marjin pemasaran merupakan perbedaan
antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani.
Definisi pertama dikemukakan oleh Daly (1958) dan diterangka leih anjut oeh
Friedman (196).
2.
Marjin pemasaran merupakan biaya dari
jasa 0 jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat prmintaan dan penawaran
dari jasa - jasa pemasaran.
Definisi
kedua ini dikemukakan oleh aite dan Trelogan (1951). Komponen marjin pemasaran
terdiri dari : 1) biaya – biaya yang diperlukan lembaga – lembaga pemasaran
untuk melakukan fungsi – fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau
biaya fungsional (functional cost ); dan 2) keuntungan (profit) lembaga
pemasaran. Apabia dalam pemasaran suatu produk pertanian, terdapat lembaga
pemasaran yag melakukan m fungsi – ungsi pemasaran.
Dengan
menggunakan definisi pertama yang menyebutkan bahwa marjin pemasaran merupakan
perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani,
maka lebih lanjut dapat dianalisa sebagai berikut : Harga yang dibayarkan
konsumen merupakan harga ditingkat pengecer , yaitu merupakan perpotongan antara
kurva permintaan primer ( primary demand curve ) dengan kura penawaran
turunan ( derived supply curve ). Sedangkan harga ditingkat petani
petani merupakan potongan antara kurva permintaan turunan (derived demand
curve) dengan kurva penawaran primer (primary supply curve).
Seperti
hanya pada permintaan, maka pada penawaran pun terdapat tiga hubungan antara
besar marjin pemasaran dengan jumlah penawaran yaitu :
1. Apabila
jumlah yang ditawarkan bertambah dan marjin pemasaran bertambah maka, disebut
marjin pemasaran bertambah. ( M1 > Mo )
2. Apabila
jumlah yang ditawarkan bertambah dan marjin pemasaran konstan. (M1 = Mo )
3. Apabila
jumlah yang ditawarkan bertambah dan marjin pemasaran berkurang (M1<Mo),
maka disebut marjin pemasaran berkurang.
Bedasarkan
definisi kedua, marjin pemasaran yaitu marjin pemasaran merupakan biaya dari
jasa – jasa pemasaran, maka membawa konsekwensi yang berbeda dengan analisi
sebelumnya.
Nilai
marjin pemasaran (VM ) yang dinikmati oleh lembaga – lembaga pemasaran
yang teribat dalam pemasaran komodii pertanian ini.nilai marjin pemasaran
merupakan hail ali antara perbedaan harga ditingkat pengecer dengan harga
ditingkat petani dengan jumlah yang ditransaksikan. Bedasarkan dimensi
waktunya, marjin pemasaran dapat dilihat dalam waktu yang singkat sekai, yaitu
bedasarkan data crhss sectihn atau dalam waktu yang relatif lama.
3. Elastisitas Transmisi Harga
Elastisitas transmisi harga adalah merupakan
perbandingan perubahan persentase dari harga di tingkat
pengecer/pemasar/konsumen (Y) dengan perubahan harga di tingkat petani/produsen
(X), yang bertujuan untuk mengetahui melihat berapa besar perubahan harga di
pasar pengecer/pemasar/konsumen (Y) akibat terjadinya perubahan harga sebesar
satu satuan unit di pasar petani/produsen (X). Dari perubahan/hubungan tersebut
secara tidak langsung dapat diperkirakan tingkat keefektifan suatu informasi
pasar, bentuk pasar dan efektifan sistem pemasaran.
Apabila elastisitas transmisi harga lebih
kecil dari satu (Et < 1) dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1% di
tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1% di tingkat
petani dan bentuk pasar mengarah ke Monopsoni. Apabila elastisitas transmisi
harga sama dengan satu (Et = 1), maka perubahan harga sebesar 1% di tingkat
pengecer akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 1% di tingkat petani dan
merupakan pasar persaingan sempurna. Apabila elastisitas transmisi harga lebih
besar dari satu (Et > 1), maka perubahan harga sebesar 1% di tingkat
pengecer akan mengakibatkan perubahan harga lebih besar dari 1% di tingkat
petani dan bentuk pasarnya mengarah ke Monopoli.
Rumus elastisitas transmisi harga sebagai
berikut :
Et = ΔX / ΔY x Y/X
Dimana :
Et = Elastisitas Transmisi Harga
ΔY = Perubahan Harga di tingkat pengecer
(ΔRp/ΔKg)
ΔX = Perubahan Harga di tingkat petani
(ΔRp/ΔKg)
X = Harga di tingkat petani (Rp/Kg)
Y = Harga di tingkat pengecer (Rp/Kg)
(Sudiyono, 2004)
Elastisitas transmisi harga umumnya bernilai lebih
kecil satu. Apabila nilai Et suatu pasar lebih tinggi dari pasar yang lain,
berarti pasar tersebut lebih efisiensi karena perubahan harga (fluktuasi) di
tingkat produsen ditransmisikan dengan lebih sempurna ke konsumen (Silitonga,
1999).
BAB III
KESIMPULAN
1.
Margin pemasaran merupakan
perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang di bayarkan
konsumen.
2.
Dengan adanya margin
pemasaran kita dapat mengetahui perbandingan harga pada petani dengan harga
pada konsumen akhir.
3.
Semakin panjang rantai tata
niaga maka semakin besar perbandingan margin pemasaran.